menilai orang lain menurut islam

Saatini, Prameshwari menilai orang tua tak cukup hanya berperan untuk membatasi waktu anak dalam menggunakan gawai atau perangkat teknologi lain. Orang tua juga perlu memiliki pemahaman yang cukup mengenai gawai atau perangkat teknologi lain yang digunakan oleh anak. Selain pola asuh, Prameshwari menilai pola komunikasi turut berperan penting 31 "Jika kita menilai orang lain, itu karena kita menilai sesuatu dalam diri kita yang tidak kita sadari." - John A. Sandford. 32. "Dalam menilai orang lain, orang akan bekerja lembur tanpa bayaran." - Charles Edwin Carruthers. 33. "Ketika Anda bertemu dengan seseorang, Anda menilai dia dari pakaiannya; ketika Anda pergi, Anda menilai dia Halitu dibuktikan dengan kesibukannya untuk mengawasi dan menilai perilaku orang lain ketimbang dirinya sendiri. Dalam tingkat yang lebih parah, sikap macam ini dapat membawa seseorang pada salah satu akhlak tercela bernama tajassus, yakni gemar mencari-cari keburukan orang lain. Dakwah sangat dianjurkan dalam Islam sebagai pelaksanaan Keranaada dalam kalangan manusia yang merasakan betapa hinanya diri akibat mengenang kisah-kisah silam yang penuh dengan dosa. BERTAUBATLAH! Allah itu penerima taubat. Jadi jangan mudah memandang salah terhadap orang lain kerana mungkin ia bangkit dari kesilapan lalu untuk menebus kembali segala kesilapan yang dilakukan. 1 Arti Mimpi Melihat Banyak Game. Jika anda memimpikan banyak video game yang akan menarik perhatian anda, itu karena anda akan nyaman memilih dari berbagai macam, tetapi jangan ragu untuk mengambil keputusan. Di tempat kerja, anda mendapat masalah besar karena tidak bisa menyelesaikan pekerjaan. 2. Sie Sucht Ihn Freiburg Im Breisgau. Casing bagus belum tentu menunjukkan dalamnya juga ikut BagusIbaratnya seperti kita memilih hape. Casingnya kita lihat bagus, menarik, kinclong. Namun jeroannya bagian dalamnya belum tentu demikian. Bagian dalam handphone tersebut belum tentu sebaik kita dapat menilai hape tersebut baik bagaimana?Yah tentu, tanya-tanya dong orang yang sudah pernah menggunakan hape tersebut. Pasti dia bisa memberi komentar.“Ooh, hape ini baterainya gak kuat, gak bisa bertahan lama.”“Hape ini, loadingnya lambat.”“Hape tersebut, RAM-nya kecil.”“Hape ini kameranya kurang bagus hasilnya.”Orang yang pernah menggunakan hape semacam itu akan mudah sekali dalam memberikan ManusiaCasing manusia juga demikian memang hanya bisa tahu seseorang dari tampilan luarnya atau lahiriyahnya. Untuk dalamnya, niat hatinya, kita tak tahu. Hatinya suka bermaksiat, kita tidak bisa tahu. Kegemarannya yang suka bermaksiat kala sendiri pun, kita tak bagaimana kita menilainya? Hal ini sangat dibutuhkan oleh seseorang yang ingin mencari pasangan hidup, mencari suami atau saja diketahui dari orang-orang yang pernah bersama akan bisa beri penilaian. Namun sulit bagi kita bertanya pada orang yang memproduksi, karena pasti orang yang akan dinilai selalu dapat penilaian positif dan sisi negatif selalu tanyalah pada teman karibnya. Tanyalah pada teman kosnya. Tanyalah pada teman kampusnya. Tanyalah pada seorang alim yang dekat dengannya. Mereka-mereka tadi akan lebih tahu isi casing kadang kita temui …Ada orang yang terlihat alim dilihat dari penampilan, tak tahunya punya hubungan gelap dengan orang yang terlihat berjubah, tak tahunya berpemahaman orang yang lantunan bacaan qurannya bagus, tak tahunya kelakuannya sering tonton video yang tidak orang yang terlihat biasa-biasa, eehh … malah dialah yang lebih mulia di sisi Nilai HatiYang jelas Allah menilai hati kita, bukan casing kita. Kita tak perlu pamerkan casing kita yang bagus, berusahalah terus memperbaiki hati Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakr radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ ». وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ“Sesungguhnya Allah tidaklah melihat pada tubuh kalian. Akan tetapi, Allah melihat pada hati kalian.” Beliau berisyarat menunjuk dadanya dengan jari-jemarinya. HR. Muslim, no. 2564Cara Menilai OrangKala menilai orang …Kita hukumi orang sebatas lahiriyah, tak bisa kita hukumi batinnya. Namun kadang kita bisa tahu jeleknya seseorang dari komentar orang yang pernah dekat dengannya atau ada bukti aktual yang membongkar kejelekannya Perlu Berlebihan MenilaiDari sini kita bisa ambil pelajaran, jangan berlebihan dalam menilai dan memuji casing yang bagus karena dalamnya kita tak memaparkan dalam Al-Mufhim limaa Asykala min Talkhish Kitab Muslim 6 539, “Kalau hati itu yang memperbagus amalan lahiriyah dan amalan hati adalah suatu yang ghaib bagi kita, maka janganlah menebak-nebak hal batin seseorang dengan mudah karena cuma sekedar melihat dari casing luar dari ketaatan atau kesalahan yang saja yang menjaga amalan baik secara lahiriyah, Allah-lah yang mengetahui bagaimana sifat jelek atau tercela yang ada dalam hatinya. Sebaliknya, siapa pun yang melihat seseorang berbuat jelek dan itu nampak, maka barangkali ada sifat baik dalam hatinya yang menyebabkan kesalahannya amalan lahiriyah hanya jadi sangkaan kuat, namun tak menunjukkan secara tegas isi hati seseorang baik ataukah kita tidak boleh berlebihan dalam mengagungkan orang yang kita lihat secara lahiriyah nampak gemar beramal shalih. Begitu pula jangan sampai menganggap hina orang muslim yang secara lahiriyah dilihat jelek. Kita tetap mencela perbuatan jelek yang dilakukan, namun bukan mencela individunya untuk masalah ini perbedaannya sangatlah tipis.”Ingat hati manusia itu bisa berbolak-balik. Bisa jadi saat ini ia sesat dan gemar maksiat, namun keesokan hari, ia berubah menjadi shalih. Bisa jadi pula malah sebaliknya. Hati manusia –ingatlah- di antara jari-jemari Manusia di antara Jari-Jemari Ar-RahmanDari Amr bin Al-Ash, ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, إِنَّ قُلُوبَ بَنِى آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ ». ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ »“Sesungguhnya seluruh manusia hatinya di antara jari-jemari Ar-Rahman, seperti satu hati. Sekehendak-Nya hati itu dibolak-balikkan.” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lantas mengucapkan do’a, “Allahumma musharrifal qulub sharrif quluubanaa ala tho’atik artinya Ya Allah, Yang Maha Membolak-Balikkan hati, tetapkanlah hati kami terus dalam ketaatan pada-Mu.” HR. Muslim, no. 2654Moga Allah terus meneguhkan hati kita dalam ketaatan pada-Nya. Allahumma musharrifal qulub sharrif quluubanaa ala tho’atik. Ilustrasi via ragu dengan tampilan orang lain yang buruk, takut dijahati, atau jangan jangan dia rampok atau pencuri...Begini jika Anda takut salah menilai orang agar tak ragu, jahat atau baik anda akan tahu...Sebagian besar orang selalu terjebak dalam ego untuk menilai orang lain. Pekerjaan untuk menilai diri sendiri biasanya kurang begitu memotivasi, tetapi saat diberikan tantangan untuk menilai orang lain, maka gairah dan motivasi akan bersatu padu dalam antusiasme untuk menemukan jati diri orang lain kita bukan tidak boleh menilai orang lain. Akan tetapi kita juga harus instropeksi diri sendiri. Disaat menilai orang lain tentunya kita hanya bisa menilai dari lahiriyahnya saja. Sebab menilai hati seseorang itu tidak ada kemampuan penilaian hati seperti ikhlas atau riyanya seseorang, itu merupakan kekuasaan Allah Swt. yang perlu kita ingat disaat menilai orang lain, jauhkanlah sifat buruk sangka. Sebab belum tentu buruk lahiriyah, buruk pula hal ini Imam al-Ghazali, memberikan 5 tips bagaimana sebaiknya kita menilai orang lain. Supaya tidak jatuh kepada penilaian yang salah. Dalam kitab Bidayatul Hidayah, Imam al-Ghazali berkata1. Jika engkau melihat orang yang masih muda, maka katakan dalam hatimuOrang ini belum banyak durhaka kepad Allah sedangkan aku sudah banyak durhaka pada Allah. Tidak diragukan lagi orang ini lebih baik dariku’.2. Jika engkau melihat orang yang lebih tua, katakan dalam hatimu,Orang ini sudah beribadah sebelum aku, dengan begitu tidak diragukan lagi bahwa dia lebih baik dariku’.Baca Juga Rasulullah Marah Bila Kita Membakar Semut, Begini Cara Mengusirnya Agar Diridhoi Allah3. Jika engkau melihat orang alim berilmu, katakan dalam hatimu,Orang ini sudah diberi kelebihan yang tidak diberikan kepadaku. Dia menyampaikan suatu kebaikan kepada orang lain sedangkan aku tidak menyampaikan apa-apa. Dia tahu hukum-hukum yang tidak aku tahu. Maka bagaimana mungkin aku sama dengannya?’4. Jika engkau bertemu dengan orang bodoh, kurang ilmu dan wawasan, katakan dalam hatimu,Orang ini sudah durhaka kepada Allah karena ketidaktahuannya sedangkan aku durhaka kepada Allah dengan pengetahuanku, maka vonis Allah kepadaku lebih berat dibanding orang ini. Dan aku tidak tau bagaimana akhir hidupku dan akhir hidup orang ini’.5. Jika engkau melihat orang kafir, maka katakan dalam hatimu,Aku tidak tahu, bisa jadi dia akan masuk Islam dan mengisi akhir hidupnya dangan amal kebaikan, dan dengan keislamannya itu dosa dosanya keluar dari dirinya seperti keluarnya rambut darr timbunan tepung. Sedangkan aku, bisa jadi tersesat dari Allah karena tidak mau meningkatkan iman dan akhirnya menjadi kafir, dan hidupku berakhir dengan amal buruk. Orang seperti ini bisa jadi besok menjadi orang yang dekat dengan Allah dan aku menjadi orang yang jauh dari Allah’.Demikianlah sahabat bacaan madani 5 tips menilai orang lain menurut imam Al-Ghazali. Dari 5 tips tadi bisa kita simpulkan bahwa kita dilarang berburuk di anjurkan untuk berbaik sangka kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam Al-Quran,“Maka janganlah engkau menilai dirimu lebih suci dibanding orang lain. Dia Allah lebih tahu siapa orang-orang yang bertakwa.” QS. an-Najm 32 Dalam Alqur'an Al-Karim, mencari-cari kesalahan orang lain disebut dengan istilah "tajassasu" tajassus. Perbuatan ini hampir sama dengan berburuk sangka. Keduanya tergolong sifat tercela yang amat dibenci Allah dan firman Allah dalam Alqur’an "Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." QS. Al-Hujurat 12. Ulama besar Yaman, Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad 1634-1720, dalam kitabnya An-Nashoihud Diniyah menjelaskan bahaya dari sifat "tajassasu" tersebut. "Kita dilarang menyelidiki kesalahan orang lain yang tidak jelas. Bahkan hal itu diharamkan. Allah ta’ala berfirman wa laa tajassasuu Dan jangan kamu mencari-cari kesalahan orang lain," kata Habib Abdullah Al-Haddad dalam kitab yang SAW bersabda, "Barangsiapa mencari-cari kesalahan saudaranya, maka Allah akan menampakan kejelekannya." Baca Juga Adab Berpuasa Jaga Lidah dari Dusta dan GhibahUmat Islam diwajibkan menyuruh berbuat yang ma'ruf ketika melihat orang-orang meninggalkannya dan menyalahkan orang yang melakukan kemungkaran. Habib Abdullah Al-Haddad menegaskan bahwa seorang mukmin yang bertaqwa tidak akan berkata sembarangan dan tidak mengatakan selain kebenaran. Setiap muslim wajib berbaik sangka kepada kaum muslimin."Banyak orang saling menyampaikan kabar dan mereka menggampangkan hal itu. Yang disukai oleh orang-orang adalah siapa yang cocok dengan keinginan mereka, meskipun tidak lurus kepada Allah. Sedangkan yang tercela menurut mereka adalah yang berbeda dengan mereka, meskipun seorang hamba itu saleh," jelasnya. Karena itu, setiap mukmin wajib berhati-hati dalam semua urusan. Sebab, zaman ini penuh dengan fitnah dan banyak manusia yang menyimpang dari kebenaran, kecuali yang dikehendaki Allah. Baca Juga Inilah 'Penyakit' yang Menimpa Umat Nabi Muhammad dan ObatnyaBersikap Lemah LembutKetahuilah bahwa sikap lemah lembut dan menjauhi kekerasan adalah modal besar dalam menerima kebenaran. Hendaklah seorang mukmin bersikap demikian terhadap orang yang disuruh maupun dilarang atau dinasihati kepadanya dengan lunak dan rendah hati, karena sifat lemah lembut itu merupakan kebaikan pada sesuatu. Allah. Sedangkan kekasaran itu adalah kejelekan sebagaimana dikatakan oleh Nabi ta’ala berfirman "Maka disebabkan rahmat dari Allah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." QS Ali-Imran 159Di ayat lain, Allah ta'ala juga berfirman, "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka." QS Ali-Imran 105Ini adalah larangan dari Allah kepada hamba-hambaNya yang beriman. Umat Islam diminta agar tidak menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih dalam agama. Sebab para ahlu kitab yang berselisih mengenai agama mereka itu mendapat siksa yang besar. Karena itu setiap mukmin harus berusaha melindungi dirinya dan keluarganya dari siksa api neraka. Selain mengamalkan Alqur’an dan As-Sunnah, berusahalah menjauhi permusuhan dan bersikap lemah lembutlah kepada semua orang.rhs Post Views 2,741 Ajaran Islam memberikan dampak yang sangat signifikan kepada setiap pemeluknya. Dampak tersebut mencakup hati akidah dan juga perbuatan amaliyah. Hati adalah tempat tertanamnya keimanan, keyakinan dan ketakwaan, sedangkan perbuatan adalah wujud dari ketaatan dan berserah dirinya hamba kepada Allah. Semua orang pasti dapat melihat dan menilai orang lain dari perbuatan lahiriahnya yang tampak, seperti perbuatan dan ucapan. Namun tidak ada satu pun manusia yang mampu melihat isi hati orang lain. Mengenai hal ini, Islam mengajarkan supaya kita cukup menilai seseorang dari amalan zahirnya saja. Kita bisa melihat seseorang itu baik atau buruk cukup dari perbuatan dan ucapannya. Namun untuk urusan hatinya, kita tidak akan pernah tahu. Hal yang paling fundamental dalam pembahasan kita kali ini adalah tentang keimanan dan keislaman. Iman dan Islam adalah dua hal yang berbeda jika disebutkan secara beriringan. Iman adalah amalan hati sedangkan Islam adalah ditunjukkan dengan perbuatan dan ucapan yang mencerminkan kepatuhan dan ketaatan kepada Allah. Maka, jika ada seseorang yang melakukan amalan-amalan syariat Islam shalat, puasa, dll, maka cukuplah bagi kita untuk menerimanya sebagai seorang muslim. Tidak perlu mempertanyakan apakah amalnya ikhlas atau tidak, sungguh-sungguh atau tidak, apakah imannya benar atau tidak, dan semisalnya. Itu semua di luar jangkauan pengetahuan kita, sehingga tidak perlu menyibukkan diri dengan urusan yang bukan hak kita. Kalau kita sudah melihatnya sebagai seorang muslim, maka kita diharamkan untuk membunuhnya, merampas hartanya maupun menzaliminya dalam bentuk apa pun. Dalam kitab Riyadhus Shalihin yang disusun oleh Imam An-Nawawi rahimahullah, beliau menulis judul bab ke 49 yaitu باب إجراء أحكام الناس على الظاهر وسرائرهم إلى الله تعالى “Bab Menjalankan Hukum-hukum Terhadap Manusia Menurut Zahirnya, Sedangkan Hati Mereka Terserah Allah Ta’ala” Imam An-Nawawi rahimahullah mengawali bab tersebut dengan firman Allah berikut … فَإِن تَابُوۡا وَأَقَامُوۡا الصَّلٰوةَ وَءَاتَوُا الزَّكٰوةَ فَخَلُّوۡا سَبِيۡلَهُمۡۚ إِنَّ اللّٰهَ غَفُوۡرٞ رَّحِيۡمٞ ٥ “… Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” QS. At-Taubah [9] 5. Dalam bab ini terdapat 6 hadits, namun kita akan mengambil 4 hadits saja sebagai pokok pembahasan kita. Hadits No. 390 Dari Ibnu Umar radhiallahu ’anhuma, sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda أُمِرۡتُ أَنۡ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشۡهَدُوۡا أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رسولُ اللهِ ويُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤتُوا الزَّكاةَ، فَإِذَا فَعَلُوۡا ذَلِكَ عَصَمُوۡا مِنِّي دِمَاءَهُمۡ وَأَمۡوَالَـهُمۡ إِلَّا بِحَقِّ الۡإِسۡلَامِ، وَحِسَابُـهُمۡ عَلَى اللهِ تَعَالَى . “Aku diperintahkan untuk memerangi semua manusia, hingga mereka bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat serta menunaikah zakat. Maka jika mereka telah melakukan yang demikian itu, terpeliharalah dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan haknya Islam, sedang hisab—perhitungan amal—mereka adalah terserah kepada Allah Ta’ala.” Shahih Al-Bukhari dan Muslim. Hadits No. 391 Dari Abu Abdillah Thariq bin Usyaim radhiallahu anhu, ia berkata “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda مَنۡ قَالَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدًا رَسُوۡلُ اللهِ وَكَفَرَ بِـمَا يُعۡبَدُ مِنۡ دُونِ اللهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسابُهُ عَلَى اللهِ تَعَالَى . “Barangsiapa yang mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah, dan ia mengingkari segala yang disembah diibadahi selain Allah, maka haramlah harta dan darahnya, sedangkan hisab—perhitungan amalnya—terserah kepada Allah.” Shahih Muslim. Hadits No. 393 وعن أُسامةَ بنِ زَيۡدٍ ، رضي اللَّه عنهما قال بَعَثَنَا رسولُ الله ﷺ إِلَى الحُرَقَةِ مِنۡ جُهَيۡنَةَ ، فَصَبَّحۡنا الۡقَوۡمَ عَلى مِيَاهِهِمۡ، وَلحِقۡتُ أَنَا وَرَجُلٌ مِنَ الۡأَنۡصَارِ رَجُلًا مِنهُمۡ فَلَمَّا غَشِيناهُ قال لَا إِلٰهِ إلَّا الله، فَكَفَّ عَنۡهُ الأَنۡصارِيُّ، وَطَعَنۡتُهُ بِرۡمِحِي حَتَّى قَتَلۡتُهُ ، فَلَمَّا قَدِمۡنَا الۡمَدينَةَ ، بلَغَ ذلِكَ النَّبِيَّ ﷺ ، فقال لِي يَا أُسَامَةُ أَقَتَلۡتَهُ بَعۡدَ مَا قَالَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ ؟ قُلۡتُ يا رسولَ الله إِنَّمَا كَانَ مُتَعَوِّذًا ، فَقَالَ ” أَقَتَلۡتَهُ بَعۡدَ مَا قَالَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ؟ فَما زَالَ يُكَرِّرُهَا عَلَيَّ حَتَّى تَمنَّيۡتُ أَنِّي لَمۡ أَكُنۡ أَسۡلَمۡتُ قَبۡلَ ذلِكَ الۡيَوۡمِ. متفقٌ عليه. وفي روايةٍ فَقالَ رسولُ الله ﷺ أَقَالَ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَقَتَلۡتَهُ ؟ قُلۡتُ يا رسولَ اللهِ ، إِنَّمَا قَالَـهَا خَوۡفًا مِنَ السِّلاحِ ، قال أَفَلَا شَقَقۡتَ عَنۡ قَلۡبِهِ حَتَّى تَعۡلَمَ أَقَالَهَا أَمۡ لَا؟ فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى تَمَنَّيۡتُ أَنِّي أَسۡلَمۡتُ يَؤۡمئذٍ . Dari Usamah bin Zaid radhiallahu anhuma, ia berkata Rasulullah ﷺ mengirim kami ke daerah Huraqah dari suku Juhainah. Kami berpagi-pagi menduduki tempat air mereka. Saya dan teman saya yang dari kaum anshar bertemu dengan seorang laki-laki musuh dari kalangan mereka. Setelah kami mendekatinya, ia mengucapkan “Laa Ilaaha Illallah”. Orang dari kaum anshar menahan diri dan tidak membunuhnya, sedangkan aku langsung membunuhnya dengan tombakku. Setelah kami tiba di Madinah, peristiwa itu sampai ke Rasulullah ﷺ, lalu beliau bertanya kepadaku, “Wahai Usamah, apakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallah?” Aku berkata, “Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya mencari perlindungan diri karena takut mati”. Rasulullah ﷺ bertanya lagi, “Apakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallah?” Pertanyaan itu terus diulang-ulang oleh Rasulullah sehingga aku membayangkan seandainya aku belum masuk Islam sebelum hari itu.” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Bukankah ia telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallah, mengapa engkau membunuhnya?” Usamah menjawab, “Ya Rasulullah, ia mengucapkan itu hanya karena takut dengan senjataku.” Rasulullah ﷺ bersabda, “Mengapa engkau tidak belah dadanya untuk melihat hatinya sehingga engkau bisa tahu apakah ia mengucapkannya karena takut mati atau tidak yakni karena ikhlas?” Beliau terus mengulang-ulang pertanyaan itu hingga aku mengharapkan bahwa aku masuk Islam mulai hari itu saja.” Muttafaqun alaih. Shahih Al-Bukhari 4269 dan Shahih Muslim 96. Hadits tersebut menceritakan tentang menyesalnya Usamah bin Zaid radhiallahu anhu yang telah membunuh seseorang yang telah mengucapkan “Laa Ilaaha Illallah”. Ia sampai dihujani pertanyaan oleh Rasulullah ﷺ yang berulang-ulang. Begitu menyesalnya Usamah sampai-sampai ia berharap dirinya belum masuk Islam ketika itu. Karena kalau seandainya ia baru masuk Islam di hari itu, maka ada jaminan dosanya akan diampuni oleh Allah Azza wa Jalla. Allahu A’lam. Hadits No. 395 وعن عبدِ الله بنِ عتبة بن مسعودٍ قال سمِعۡتُ عُمَر بۡنَ الخَطَّابِ رضي اللَّه عنه يقولُ إِنَّ نَاسًا كَانُوا يُؤۡخَذُونَ باِلۡوَحۡيِ في عَهۡدِ رسولِ اللهِ ﷺ ، وإِنَّ الوَحۡيَ قَدِ انۡقَطَعَ، وإِنَّمَا نَأۡخُذُكُمُ الآنَ بِما ظَهَرَ لَنَا مِنۡ أَعۡمَالِكُمۡ ، فَمَنۡ أَظۡهَرَ لَنا خَيۡرًا أَمَّنَّاهُ وقَرَّبۡنَاهُ وَلَيۡسَ لَنَا مِنۡ سَرِيرَتِهِ شَيۡءٌ ، اَللهُ يُحاسِبُهُ في سَرِيرَتِهِ ، وَمَنۡ أَظۡهَرَ لَنَا سُوۡءًا لَمۡ نأۡمَنۡهُ وَلَمۡ نُصَدِّقۡهُ وَإِنۡ قَالَ إِنَّ سَرِيرَتَهُ حَسَنَةٌ . Dari Abdullah bin Utbah bin Mas’ud ia berkata “Aku mendengar Umar bin Khatthab radhiallahu anhu berkata “Sesungguhnya seluruh manusia dahulu ditetapkan dengan hukum sesuai dengan adanya wahyu, yakni di masa Rasulullah ﷺ. Dan sesungguhnya sekarang wahyu itu telah terputus. Dan sesungguhnya sekarang kami menuntut kalian semua atas dasar apa pun yang zahir terlihat dari segala amalan yang kalian lakukan. Barangsiapa yang menampakkan perbuatan baik kepada kami, maka kami berikan keamanan dan kami dekatkan kedudukannya kepada kami, sedangkan kami tidak mempersoalkan sedikit pun tentang hatinya. Allah-lah yang akan menghisab isi hatinya itu. Dan barangsiapa yang menampakkan perbuatan buruk kepada kami, maka kami tidak akan memberikan keamanan kepadanya dan tidak akan mempercayai ucapannya, sekalipun ia mengatakan bahwa niat hatinya adalah baik.” Shahih Al-Bukhari Itulah 4 hadits yang terdapat dalam kitab Riyadhus Shalihin Bab 49, yang menunjukkan bahwa kaum muslimin hanya cukup menilai seseorang dari segala yang terlihat, baik perbuatan maupun ucapan. Sedangkan urusan hatinya, biarlah Allah yang menghisabnya, karena memang hanya Allah yang mampu. Sebagai pelengkap, ada suatu riwayat ketika Rasulullah ﷺ menerima kiriman emas dari Ali bin Abi Thalib. Rasulullah ﷺ membagi emas tersebut kepada 4 orang Uyainah bin Hishn, Al-Aqra’ bin Habis, Zaid Al-Khail, sedangkan orang keempat yaitu antara Alqamah bin Ulatsah atau Amir bin Thufail. Kemudian ada salah seorang yang berkata كُنَّا نَحۡنُ أَحَقَّ بِـهَذَا مِنۡ هَؤُلَاءِ . “Sesungguhnya kami lebih berhak menerimanya daripada mereka!” Komentar itu pun didengar oleh Rasulullah, lalu beliau ﷺ pun bersabda أَلَا تَأۡمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنۡ فِي السَّمَاءِ، يَأۡتِينِي خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً . “Apakah kalian tidak mempercayaiku sedangkan aku adalah manusia kepercayaan Dzat yang berada di langit? Dan aku juga menerima wahyu dari langit di waktu pagi dan petang.” Kemudian berdirilah seseorang yang matanya cekung, tulang pipinya cembung, dahinya menonjol, jenggotnya lebat, kepalanya gundul dan kain sarungnya disingsingkan, lalu ia berkata يَا رَسُولَ اللهِ، اِتَّقِ اللهَ ! “Ya Rasulullah, bertakwalah kepada Allah!” Rasulullah pun berkata وَيۡلَكَ! أَوَلَسۡتُ أَحَقَّ أَهۡلِ الۡأَرۡضِ أَنۡ يَتَّقِيَ اللهَ . “Celakalah kamu! Bukankah aku adalah penduduk bumi yang paling bertakwa kepada Allah?!” Orang itu pun pergi, dan Khalid bin Walid yang melihat kejadian itu berkata يَا رَسُولَ اللهِ، أَلَا أَضۡرِبُ عُنُقَهُ ؟ “Ya Rasulullah, bolehkah kupenggal lehernya?” Rasulullah ﷺ bersabda لَا، لَعَلَّهُ أَنۡ يَكُونَ يُصَلِّي . “Jangan. Barangkali ia masih mengerjakan shalat.” Khalid bin Walid berkata وَكَمۡ مِنۡ مُصَلٍّ يَقُولُ بِلِسَانِهِ مَا لَيۡسَ فِي قَلۡبِهِ . “Berapa banyak orang yang shalat namun ia mengucapkan dengan lisannya sesuatu yang tidak ada dalam hatinya.” Rasulullah ﷺ bersabda إِنِّي لَـمۡ أُومَرۡ أَنۡ أَنۡقُبَ عَنۡ قُلُوبِ النَّاسِ وَلَا أَشُقَّ بُطُونَـهُمۡ . “Sesungguhnya aku tidak diperintahkan untuk melihat isi hati manusia dan tidak pula isi perutnya.” Shahih Al-Bukhari 4351 dan Muslim 1064. _________________________ Saudaraku sekalian, manusia tidak akan pernah bisa melihat dan menilai isi hati orang lain. Maka, tidak sepantasnya kita menduga-duga isi hati orang lain. Tidak sepantasnya pula kita menganggap orang lain tidak beriman sementara mereka masih menerima kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah dan mereka masih shalat. Nabi Muhammad ﷺ sendiri menjadikan alasan tersebut sebagai dasar untuk menilai manusia berdasarkan perbuatan lahiriahnya, yaitu shalat. Rasulullah ﷺ tidak diperintahkan untuk mempersoalkan isi hati umatnya, dan sikap ini juga yang diikuti oleh sahabat yang mulia, Amirul Mukminin Umar bin Khatthab radhiallahu anhu. Oleh sebab itu, sudah seharusnya kita mengambil sikap yang sama dengan panutan kita, sosok figur yang sangat mulia ini, Nabi Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Allahu A’lam… * * * Sebagian orang terkadang lebih sering menilai seseorang dengan melihat luarnya saja. Padahal, apa yang dari luar belum tentu adalah keadaan aslinya. Menilai seseorang dari luar memang perlu, karena kesan pertama memang selalu dilihat dari tetapi, ada baiknya untuk Anda juga menilai seseorang lebih dalam lagi, seperti misalnya kepribadiannya dan tingkah lakunya. Ingatlah selalu bahwa sebelum Anda menilai orang lain, lihatlah diri Anda sendiri terlebih dahulu. Dalam pandangan islam, Allah mengetahui mana orang yang benar-benar berbuat baik dan mana yang hanya terlihat suci di hadapan banyak orang. Seperti apa yang yang telah disampaikan oleh Rasulullah Saw. yang bersabda bahwa,“Janganlah menganggap menyatakan diri kalian suci. Sesungguhnya, Allah lebih tahu mana orang-orang yang baik di antara kalian” HR. Muslim No. 2142Ketika menilai seseorang, terkadang jari dan mulut kita teramat lancar melakukannya, seakan-akan kita adalah makhluk paling baik di muka bumi. Sampai pada titik yang lebih parah, kita tidak memedulikan lagi apakah kata-kata yang diucapkan akan menyakiti hati dan berdampak buruk pada seseorang tersebut atau kita terlalu pandai menghakimi, memberikan komentar-komentar yang buruk padahal kita sendiri tidak tahu kenyataan yang sebenarnya. Maka dari itu janganlah terlalu cepat berkomentar yang tidak-tidak hanya dengan melihat seseorang dari luarnya saja. Karena yang kita tahu mungkin hanya secuil kebenaran yang karena itu, untuk menghindari kita dari sifat yang berburuk sangka dengan seseorang, berikut ini merupakan cara menilai seseorang yang baik menurut pandangan Menurut Quran Surah an-Najm ayat 32Allah SWT berfirman dalam al-Quran surah an-najm ayat 32 yang artinya,“…. Dia mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari tanah, lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa.”Semua manusia pasti memiliki banyak dosa, maka janganlah sekali-kali Anda merasa paling segalanya dibandingkan orang lain apalagi sampai berkomentar yang buruk hanya dengan melihat sekilas kehidupannya. Ketahuilah bahwa meskipun Anda terlihat baik di hadapan banyak orang, Allah akan tetap mengetahui apa isi hati Anda yang Menurut Imam Bakr al-MuzaniMenurut Imam Bakr al-Muzani, ada dua cara agar Anda bisa menilai seseorang secara baik. Muhasabah atau introspeksi diriSebelum berkomentar buruk terhadap orang lain, ada baiknya untuk Anda introspeksi diri sendiri dulu. Hal ini bertujuan meraba-raba sekaligus untuk mengetahui bagaimana cara menilai diri sendiri yang harus dipelajari, serta mengingat bahwa sebenarnya Anda sendiripun bukanlah manusia yang amat baik dan masih memiliki banyak setelah Anda mengingat betapa banyaknya dosa Anda, yang bisa Anda lakukan adalah dengan banyak ber-istighfar sambil memohon pengampunan kepada Allah SWT. selain meminta pengampunan, Anda juga dapat berdoa supaya bisa menjadi pribadi yang lebih baik dengan tidak menilai seseorang hanya dari luarnya apa yang nampak belum tentu adalah kebenarannya. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya untuk Anda mengetahui bagaimana contoh metode introspeksi dalam psikologi agar membantu Anda dalam atau berbaik sangkaTidak ada salahnya untuk berbaik sangka terhadap siapapun selama hal tersebut tidak merugikan Anda. Karena berbaik sangka harus lebih Anda utamakan ketika hendak menilai seseorang, sekalipun orang tersebut adalah orang yang jahat. Lagipula, tidak ada salahnya berbaik sangka, karena apabila Anda sudah kepalang berburuk sangka, maka Anda hanya akan mendapat dosa dan ada baiknya harus apa yang telah dikatakan oleh Abu Bakr al-Muzani,“Prasangka buruk su’udzon terhadap manusia. Karena sesungguhnya, meskipun kalian benar, kalian tidak akan mendapatkan pahala, dan jika kalian salah, kalian mendapatkan dosa.” Imam Abu Na’im al-Ashbahani, Hilyah al-Auliya’ wa Thabaqat al-Ashfiyah, Kairo Dar al-Hadits, 2009, juz 2. Hal. 1203. Menurut Imam al-QurthubiDalam Al-Mufhim limaa asykala min talkhish kitab Muslim Juz 6, hal. 539 Imam al-Qurthubi memaparkan bahwa hati itu yang memperbagus adalah amalan lahiriyahnya, dan amalan hati merupakan sesuatu yang ghaib bagi kita. Maka dari itu, janganlah menebak-nebak hati seseorang dengan mudah hanya dengan melihat dari luarnya saja mengenai kesalahan yang nampak. Sebab hanya Allah SWT lah yang lebih mengetahui dan menilai sifat hakiki manusia yaitu baik dan buruknya Menurut Abu Hurairah raDari Abu Hurairah ra. Berkata bahwa, Rasulullah SAW bersabda,“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk paras dan harta kalian. Akan tetapi, Allah melihat hati dan amalan kalian.” HR. Muslim No. 2564Dari hadist di atas dapat disimpulkan bahwa Allah SWT sang pencipta saja tidak menilai seseorang hanya dari keelokan wajahnya, warna kulitnya, ataupun pakaian paling baik yang dikenakan olehnya. Akan tetapi, Allah SWT melihat seseorang dari ketulusan hatinya, keelokan adabnya dan kelembutan tutur tidak hanya ditampakkan saat berada di keramaian saja, melainkan ditempat yang sepi dan tidak butuh validasi dari siapapun, orang tersebut akan tetap berprasangka dan berbuat baik terhadap Menurut Imam Abu QilabahImam Abu Qilabah merupakan murid dari Sayyidina Anas bin Malik ra. Beliau pernah mengatakan bahwa apabila sampai kepadamu suatu informasi mengenai perbuatan seseorang yang kamu benci, maka carilah alasan untuk tetap berbaik sangka terhadapnya dan carikan pula alasan yang baik untuk dirinya semampu yang kamu bisa.“Jika sampai kepadamu informasi mengenai perbuatan saudaramu yang kamu benci, carikanlah alasan yang husnudzon untuknya semampumu. Jika kamu tidak menemukannya, maka katakan pada dirimu sendiri, “Mungkin saudaraku mempunyai alasan yang tidak aku ketahui.” al-Hafidz Abu Nu’aim al-Asfahani, Hilyah al-Auliya’ wa Thabaqat al-Asyfiya’, Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1988, juz 3. Hal. 285.6. Menurut Imam al-GhazaliDalam kitab Bidayatul Hidayah, Imam al-Ghazali mengajarkan kita bagaimana baiknya cara menilai kelebihan dan kekurangan orang lain dengan meninggalkan sikap ujub. Ujub merupakan suatu sifat dimana seseorang memandang dirinya sendiri dengan kemuliaan, kebesaran, lebih baik dari orang lain, dan memandang orang lain dengan penuh biasanya, orang yang ujub akan dengan mudah membanggakan dirinya dan menjelek-jelekkan orang lain tanpa peduli dan mengecek lebih dulu apakah perkatannya benar atau tidak. Mirip seperti perkataan iblis kepada Allah SWT ketika disuruh bersujud kepada Nabi Adam as.“Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” QS. Al-A’raf12Dari apa yang telah dijelaskan di atas, kesimpulan yang dapat di ambil adalah bahwa kita dianjurkan untuk selalu berbaik sangka terhadap orang lain, dan jangan terlalu cepat mengatakan keburukan-keburukan orang lain padahal kita tidak tahu kehidupannya selama 24 selalu bahwa Allah SWT mengetahui mana yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, serta yang tulus dan yang tidak. Don’t judge a book by its cover! Karena apa yang nampak dipermukaan, belum tentu kebenaran yang sebenarnya.

menilai orang lain menurut islam