mencari ridho allah dalam hidup
Olehsebab itu sebagai umat islam tentunya kita menyadari bahwa apa yang mendapatkan ridha atau restu orangtua dalam segala sesuatu adalah suatu hal yang penting. Rasulullah ﷺ, bersabda : Ridho Allah terdapat dalam ridhonya kedua orang tua ( ibu bapak), dan murka Allah terdapat dalam murkanya kedua orang tua. ( HR. At-Tirmizi )
MencariRidho Allah. Demikian pula dengan ridha Allah Ta'ala. Untuk mendapatkan ridha Allah, mustahil bisa diraih dengan bermaksiat. Seumur hidup bermaksiat, berfoya-foya, jauh dari Allah, lalu berharap meninggal dalam keadaan diridhai oleh Allah Ta'ala. Apalagi dengan memilih jalan hidup di luar Islam, tentu akan lebih mustahil.
SyeikhMuhammad Sulaiman Faraj dalam risalahnya yang berjudul panjang yaitu Dala'ilul-Mahabbah Wa Ta'dzimul-Maqam Fis-Shalati Was-Salam 'AN Sayyidil-Anam dengan tegas mengatakan: Menyebut nama Rasulallah saw. dengan tambahan kata Sayyidina (junjungan kita) didepannya merupakan suatu keharusan bagi setiap muslim yang mencintai beliau saw.
Selalumelihat ke bawah. Rasulullah SAW bersabda: " Lihatlah orang yang ada di bawahmu dan jangan melihat orang yang ada di atasmu, sebab itu lebih baik agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah. " (Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah) 3. Sering bersedekah. Dengan bersedekah, maka hidup kita akan jauh lebih berkah dan lapang.
Hidupini memang seperti ini penuh dengan dinamika, terima dengan keadaan. Mungkin kita begitu luarbiasa menghadapi ujian hidup ini, berpindah dari ujian ke satu ujian, namun tidak ada pilihan selain ridho dan sabar dengan apa yang kita terima. Insyallah dengan hal tersebut jauh akan lebih baik daripada kita mengeluh yang akan menghabiskan energi pikiran dan
Sie Sucht Ihn Freiburg Im Breisgau. Mencari atau mengharap atau semata-mata demi “keridhaan Allah” adalah ungkapan jawaban yang sering kita dengar tatkala kita menanyakan tujuan dari suatu amal yang dilakukan oleh saudara kita. Jawaban itu sejatinya mencerminkan keimanan yang benar, jika memang diyakini seperti itu, terucap seperti itu, dan terwujud dalam realita amal yang selaras dengan itu. Namun alangkah sayangnya, karena tidak sedikit orang yang kurang memahami makna pernyataan yang agung tersebut. Ia menjadi semata-mata ucapan bibir yang lahir bukan dari pemahaman dan keyakinan. Dan ia menjadi kata-kata yang tidak bermakna karena tidak menemukan korelasi dengan perilaku kehidupan keseharian. *** Baru-baru ini saya menerima e-mail. E-mail itu cukup membuat saya berpikir dan mengevaluasi kembali apa-apa yang telah saya lakukan. Apakah yang saya lakukan selama ini benar dalam rangka menggapai ridha Allah atau tidak. Saya bersyukur, karena e-mail itu mengingatkan diri saya, bahwa apa yang saya lakukan boleh jadi salah. Ini berarti suatu peluang bagi saya untuk memperbaiki kesalahan sehingga tidak terulang dikemudian hari. Seorang muslimah yang mengirim e-mail itu menulis, “Sepintas saya menangkap Bapak melakukan amal seperti dzikir, bayar zakat, dan amal-amal lain, agar doa Bapak untuk mendapat keselamatan selama terbang terkabul. Apabila memang demikian sayang dong Pak!” Tulisan dia menjadi bahan perenungan saya. Apakah jika seseorang bermohon untuk selamat dari bahaya itu salah? Saya berpikir hal itu menjadi salah manakala seseorang memohon keselamatan kepada tuhan lain’ selain Allah atau menjadi salah manakala seseorang meyakini bahwa dengan amal itu, Allah pasti’ akan menyelamatkannya. Sepanjang ia memohon keselamatan kepada Allah’ —dzat yang mampu memberi keselamatan kepada orang yang dikehendaki, bukan kepada tuhan lain—dan amal yang dilakukannya adalah sebagai ikhtiyar wasilah’ yang tidak mengurangi kekuasaan Allah untuk menyelamatkan atau mencelakakan seseorang, maka apa yang dilakukannya adalah hal yang bisa dibenarkan oleh syariat. Muslimah itu kemudian melanjutkan, “Saya pun selalu berdoa untuk banyak permohonan. Lemah rasanya menjalani hidup tanpa doa. Tetapi saya juga sedang belajar untuk tidak berhitung dengan amal-amal saya karena masih harap cemas apakah amal saya diterima atau tidak.” Saya pun kembali berenung, apakah dengan mengikhlaskan tujuan karena Allah kita tidak boleh memiliki tujuan lain? Saya berpandangan tujuan-tujuan lain diperbolehkan sepanjang dalam rangka menenuhi tujuan karena Allah, bukan tujuan utama yang paling dominan. Sama halnya dengan pernyataan bahwa keimanan yang benar adalah menjadikan Allah sebagai dzat yang satu-satunya dicintai, namun keimanan itu tidak menafikan adanya cinta kepada isteri, anak, atau harta benda. Keimanan yang benar menempatkan cinta kepada semua itu dalam rangka mencintai Allah dan cinta kepada semua itu tidak lebih dominan dibanding cintanya kepada Allah. Apakah dengan amal-amal itu saya berhitung dengan Allah? Berhitung-hitung biasanya dilakukan oleh anak kecil. Saya kerapkali menghadapi anak saya —yang karena sifat kekanakannya—masih berhitung dalam hal ketaatan kepada saya selaku orang tua. Ia mau mengerjakan apa yang saya perintahkan —entah berbentuk permintaan tolong atau larangan—jika saya mau memberikan sejumlah uang tertentu. Jika saya tidak mau memberikan sejumlah uang itu, ia pasti tidak akan melaksanakan apa yang saya perintahkan itu. Apakah maksud e-mail itu jika berdoa ya berdoa saja, tidak perlu beramal ini itu dengan tujuan ini itu? Atau jika dianalogikan ke anak kecil, minta ya minta saja, tidak usah merayu-rayu dan mengambil simpati? Misal dengan menjadi lebih penurut dan lebih sopan? Waallahu a’lam. Keselamatan adalah hal yang ghaib, berada dalam genggaman kekuasaan Allah. Apakah pada akhirnya seseorang selamat atau tidak, semua itu menjadi rahasia Allah. Jika seseorang melakukan ketaatan demi memperoleh sesuatu yang masih menjadi rahasia Allah, di mana Allah berkuasa memberikan hal itu, tentu fenomena yang demikian bukanlah fenomena berhitung dengan Allah. Rasanya fenomena yang mendekati berhitung dengan Allah adalah bernadzar, artinya berjanji akan melakukan suatu bentuk ketaatan manakala keinginannya dikabulkan oleh Allah. Itu pun termasuk hal yang saya ketahui diperbolehkan oleh syariat. Karena muaranya adalah mendorong orang kepada kebaikan. Sebaliknya syariat melarang nadzar yang mengarah kepada keburukan. Jika seseorang bernadzar seperti itu maka nadzar itu menjadi batal untuk diwujudkan alias batal demi hukum. *** Ridha terhadap Allah berarti menerima semua ketentuan Allah terhadap manusia dan tuntutan Allah terhadap manusia. Ketentuan Allah terhadap manusia merupakan qadha dan qadar yang sudah tertulis dalam kitab Lauh Al-Mahfudz. Apa yang telah’ berlaku atas manusia disebut takdir, yang mana kita diperintahkan untuk mengambil hikmahnya agar kita lebih taat kepada Allah. Dan tuntutan Allah terhadap manusia merupakan takdir syar’i ketentuan syariat berupa wahyu Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw untuk dipelajari, diamalkan, dan untuk ditaati. Mencari ridha Allah bisa diartikan menerima ketentuan Allah atas diri kita. Dalam konteks terbang, berarti siap untuk selamat ataupun tidak selamat, karena semua itu adalah rahasia Allah diluar jangkauan kita. Mencari ridha Allah juga berarti menerima tuntutan Allah terhadap diri kita. Dalam konteks terbang, jika kita menghendaki keselamatan maka kita pun hendaknya banyak mendekatkan diri kepada-Nya dengan melakukan banyak amal ketaatan. Itulah upaya maksimal yang bisa dilakukan. Bagi mereka yang memiliki kontrol terhadap hal-hal teknis penerbangan, maka kendala-kendala teknis itu harus dihilangkan. Saya menyimpulkan mencari ridha Allah berarti berupaya semaksimal mungkin menjalankan ketaatan kepada Allah dan menyerahkan hasil akhir ketaatan itu kepada-Nya. Tentu kita tidak bisa dengan pasti mengklaim atau menilai seseorang itu telah menempuh jalan dalam keridhaan-Nya atau tidak. Tetapi setidaknya kita bisa bertanya kepada diri sendiri apakah kita telah beramal semata-mata mencari ridha Allah atau tidak. Waallahua’lam bishshawaab [email protected]. SMS 0817-99-OIMAN
Senin, 10 Mei 2021 - 0821 WIB Oleh Hamidah Juariah, Wartawan Kantor Berita MINA Tujuan akhir dari sebuah perjalanan seorang mukmin adalah mencari Ridha Allah Subhanau Wa Ta’ala. Dengan itu, seorang mukmin akan mudah untuk memasuki surgaNya. Jika hidup di dunia yang diinginkan kesenangan duniawi, Allah akan berikan, namun yang ada akan berujung pada ketidakpuasan, kekecewaan juga penyesalan, jika yang dicari adalah ridha Allah maka akan berujung pada kebahagiaan dan ketentraman hidup. Untuk menggapai Ridha Allah adalah dengan kita melakukan segala amalan yang diperintahkan dan disukai oleh Allah. Dalam sabdanya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyebutkan hal-hal yang diridhoi dan dimurkai Allah Subhanau Wa Ta’ala إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلاَثًا يَرْضَىلَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِاللَّهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ ولاَّهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْوَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ Artinya “Sesungguhnya Allah itu ridha kepada kamu pada tiga perkara dan benci kepada tiga perkara. Adapun tiga perkara yang menjadikan Allah ridha kepada kamu adalah 1 Hendaklah kamu memperibadati-Nya dan janganlah mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, 2 Hendaklah kamu berpegang-teguh dengan tali Allah seraya berJama’ah dan janganlah kamu berfirqah-firqah, 3 Hendaklah kamu senantiasa menasihati kepada seseorang yang Allah telah menyerahkan kepemimpinan kepadanya dalam urusanmu. Dan Allah murka kepadamu tiga perkara, 1 Dikatakan mengatakan mengatakan sesuatu yang belum jelas kebenarannya, 2 Menghambur-hamburkan harta benda, 3 Banyak bertanya yang tidak berfaidah.” HR Ahmad, Musnad Imam Ahmad dalam Musnad Abu Hurairah, Muslim, Shahih Muslim II/6. Lafadz Ahmad. Dari hadits tersebut, kita dapat melakukan amalan untuk mendapatkan ridha nya Allah dan menjauhi segala yang menjadi murkaNya. Salah satu diantara keistimewaan dari ridha adalah melahirkan rasa tenang dihati kita. Tenang saat menghadapi perkara yang sulit dalam hidup, karena percaya ketika Allah mendatangkan suatu kesulitan pasti akan ada kemudahan. Sebagaimana Firman Allah Al Insyirah ayat 6 إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا Artinya “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Dari ayat tersebut, memberikan kabar gembira untuk kita yang tetap optimis ketika berada di saat-saat yang sulit. Ustaz Hanan Attaki, berpesan, jika kita berada di saat yang sulit, hal itu bukan sesuatu yang diinginkan, dan kita tetap ingin ridha, maka katakanlah “Semoga akan ada kebaikan didalam nya”. Dengan begitu, kita sudah berprasangka baik kepada Allah, Allah sesuai dengan prasangka hambanya. Apabila sudah berprasangka baik atau buruk, maka kita akan mendapatkan apa yang kita prasangkakan. Saat ini, kita masih berada di bulan suci Ramadhan yang merupakan bulan penuh berkah, berarti kita harus mencari sesuatu yang sekiranya di ridhoi oleh Allah Subhanau Wa Ta’ala. Seperti, Bulan Ramadhan menjadi bulan diturunkan nya Al Qur’an kita membacanya sebulan penuh, kita sholat tahajud, bersedekah, berbagi kebahagiaan dengan orang yang kekurangan, menjelang akhir Ramadhan kita tingkatkan ibadah kita, yang dengan itu kita menggapai ridha Allah di bulan Ramadhan. Jika bulan Ramadhan, menjadi bulan diijabahkannya doa bagi mereka yang meminta, maka sungguhkan doa kita untuk diri sendiri juga keluarga, dan tak lupa kita do’akan saudara-saudara Muslim yang tertindas oleh musuh-musuh Allah dimanapun berada, untuk selalu diberikan pertolongan. Ridha Allah kepada hambaNya, Ia melihat dan menyukai hambaNya yang menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya. Rabi’ bin Khutsaim Radiyallahu Anhu berkata “Apa saja yang tidak ditujukan untuk meraih Ridha Allah maka akan sia-sia”. Semoga kita tergolong menjadi hamba yang selalu mencari keridhaan Allah dan menjalankan sesuatu hanya untuk meraih RidhaNya. A/Hju/P2 Mi’raj News Agency MINA
Oleh Moh Helman Sueb, الْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ يَقْضِيْ بِالْحَقِّ وَالْعَدْلِ وَيَهْدِيْ مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيْمٍ ، يُقَدِّرُ اْلأُمُوْرَ بِحِكْمَةٍ ، وَيَحْكُمُ بِالشَّرَائِعِ لِحِكْمَةٍ وَهُوَالْحَكِيْمُ اْلعَلِيْمُ ، أَرْسَلَ الرُّسُلَ مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ، وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ اْلكِتَابَ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيْمَااخْتَلَفُوْافِيْهِ ، وَلِيَقُوْمَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ وَيُؤْتُوْا كُلَّ ذِيْ حَقٍّ حَقَّهُ مِنْ غَيْرِغُلُوٍّوَلاَتَقْصِيْرٍ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْليمًا وَعَلَى أَلِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيْرًا أَمّا بَعْد فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّار Jama’ah Jum’at rahimakumullah, Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan kenikmatan yang tak terhingga kepada kita semua, semenjak kita lahir sampai saat sekarang ini nikmat Allah tidak ada henti-hentinya Dialah tempat bergantung yang bagi semua makhluk , yang tiada bandingnya, karenanya patut rasanya kita selalu bersyukur kepada-Nya di mana saja berada. Di antara nikmat Allah yang paling besar yang harus kita syukuri adalah nikmat Islam dan iman. Sebab keislaman dan keimanan adalah sebesar-besarnya jalan yang mengantarkan seseorang berbahagia hidup di dunia terlebih lagi di akhirat. Shalawat serta salam , semoga tetap terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallahu a’laihi wassalam., yang telah membimbing kita ke jalan yang diridloi Allah Subhaanahu wa Ta’ala Hadirin yang berbahagia ! Jika kita telah mengucapkan dua kalimat , yang tentu saja mengandung konsekwensi yang sangat pertama disebut syahadat Tauhid dan yang kedua Syahadat Rasul yang berarti kita mengakui bahwa nabi Muhammad Saw. itu adalah rasul Allah. Dengan mengucapkan syahadat Rasul , seorang muslim sebenarnya tidak hanya mengakui Nabi Muhammad sebagai rasul , tetapi juga siap menjadikan Rasul ssebagai teladan hidup yang harus diikuti dan ditaati dalam berbagai aspek kehidupan.. Maka tepatlah Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al – Ahzab ayat 21 ,agar menjadikan Nabi Muhammad Saw. sebagai teladan hidup. لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً ﴿٢١﴾ “ Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Al-Ahzab 21 “ Uswah Hasanah“ yang terdapat pada ayat di atas mengingatkan kita pada Perang Khaandaq . yang dialami Nabi Muhammad Saw., ketika beliau menerima berita tentang maksud musuh yang besar bilangannya itu, beliau terus bersiap mencari akal buat bertahan mati-matian, jangan sampai musuh sebanyak itu menyerbu ke dalam kota. Karena jika maksud mereka menyerbu Madinah berhasil , hancurlah Islam dalam kandangnya sendiri. Beliau dengar nasehat dari Salman Al-Farisiy agar di tempat yang musuh bisa menerobos dibuatkan khandaq, atau parit pertahanan. Nasehat Salman itu segera beliau Iaksanakan. Beliau sendiri yang memimpin menggali parit bersama sama dengan shahabat-shahabat yang banyak itu. Untuk menimbulkan kegembiraan bekerja siang dan malam menggali tanah, menghancurkan batu-batu yang membelintang, beliau turut memikul tanah galian dengan bahunya yang tiba giliran perlu memikul, beliau pun turut memikul, sehingga tanah tanah dan pasir telah mengalir bersama keringat beliau di atas rambut beliau yang tebal. Semuanya itu dikerjakan oleh shahabat-shahabatnya dengan gembira dan bersemangat, sebab beliau sendiri kelihatan gembira dan bekerja, bergotong-royong, menggali tanah, menyekap pasir, memukul batu sambil bemyanyi gembira, Inilah gaya kepmimpinan Rasulullah Shalawallahu alaihi wa Sallam, yang selalu memberikan teladan di tengah-tengah kehidupan shahabatnya , di samping keteguhan sikap beliau yang tentunya sangat patut diteladani para pemimpin Islam, agar tidak terjadi krisis kepemimpinan. Hadirin yang bertbahagia. Jika kita ingin menjadikan Muhammad Saw. sebagai teladan, maka ada tiga syarat yang harus dilakukan . Pertama Hidup untuk mencari Ridlo Allah, Seorang Muslim senantiasa mengharapkan Ridho Allah dalam setiap sepak terjang aktivitasnya. Sebab ia tahu bahwa hanya dengan memperoleh Ridho Allah sajalah hidupnya menjadi lurus, terarah dan benar..sehingga seorang muslim yang mengejar Ridho Allah berarti menjadi seorang beriman yang ikhlas. Setiap kata , perbuatan , sikap serta pikiran yang betul-betul diniatkan untuk mencari ridlo Allah Subhaanahu .wa Ta’ala, maka tidak akan menyimpang serta terjauh dari kemurkaan-Nya. Dan memang , Allah Subhaanahu wa Ta’ala telah menyebutkan ciri-ciri orang yang mengikuti dan meneladani Rasulullah Saw. sebagaimana firman-Nya مُحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً ” Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,”Al-Fath 29 Haditin yang berbahagia ! Jika kita ingin menjadikan Muhammad Saw., maka syarat yang Kedua adalah menjadikan akhirat sebagai tujuan hidup, tetapi tidak melupakan dunia. Seorang muslim yang disbukkan Kita bahagia kecuali karena akhirat, tidak sedih karena akhirat, ridlo karena akhirat , tidak marah karena akhirat, tidak bergerak karena akhirat. Namun dalam kehidupan dunia kita tidak boleh melupakan bagiannya , artinya kita harus mencari anugerah-Nya selama hidup kita untuk bekal di akhirat kelak. Sebagaimana firman-Nya 77 وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ “ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari keni`matan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Hadirin yang berbahagia ! Syarat yang Ketiga, Selalu ingat kepada Allah , di mana saja kita berada berada. Bagi siapa saja yang ingin menjadikan Muhammad Saw. sebagai teladan , maka ia harus selalu ingat kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala , baik hati, lisan maupun dengan ingan kepada Allah kita pun akan ingat apa yang telah diperintahkan-Nya, termasuk meneladani pribadi Rasulullah Saw.. Bukankah Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk mengingat-Nya.? يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً ﴿٤١﴾ وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً ﴿٤٢﴾ “. Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah dengan menyebut nama Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.”QS. Al-Ahzab 41-42 Semoga dengan pertolongan-Nya kita betul-betul mampu menjadikan Rasulullah Saw. sebagai teladan dalam kehidupan , sebab betapa bahagianya jika kita dapat melakukan hal tersebut. بَارَكَ ا للهُ لِيْ وَلَكُمْ فيِ االْقُرْأَ نِ ا لْعَظِيْمِ وَنَفعَنِيْ وَ إِ يَّا كُمْ بمَِا فِيْهِ مِنْ ذِكْرِ ا لحَْكِيْمِ إِ نَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ ا لْعَلِيْمُ Khutbah Kedua Hadirin yang berbahagia ! Marilah kita senantiasa memanjatkan do’a kepada Dzat yang telah memberikan nikmat yang tak terhitung jumlahnya, dan kita tidak tertipu dengan gemerlapnya dunia, Semoga kita , selalu mendapat perlindungan dan petunjuk dari-Nya dalam kehidupan yang penuh tipu daya. إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، ٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ . */Sumber di Pondok Pesantren Muhammadiyah Babat
Cara Mendapatkan Ridho Allah ini merupakan rekaman khutbah Jum’at yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. di Masjid Al-Barkah, Komplek Rodja, Kp. Tengah, Cileungsi, Bogor, pada Jum’at, 15 Rajab 1440 H / 22 Maret 2019 M. Khutbah Pertama – Khutbah Jum’at Cara Mendapatkan Ridho Allah إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه قال الله تعالى فى كتابه الكريم، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ وقال تعالى، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا أَمَّا بَعْدُ، فإِنَّ أَصَدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا ، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ ، وَكُلَّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ Ikhwatal Iman, Sidang Jum’at Rahimakumullah, Setiap Mukmin, yang ia harapkan dan yang paling besar pengharapannya adalah mendapatkan keridhoan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena keridhoan Allah baginya segala-galanya. Sebab apabila Allah ridho kepadanya, maka Allah pasti berikan kepadanya berbagai macam inayah, taufik, rahmat dan kasih sayangNya. Sebaliknya apabila Allah murka kepadanya, maka apalah kehidupannya untuk manfaat di dunia dan akhiratnya? Sebab kalau Allah murka Allah pasti halangi dirinya dari rahmat dan hidayahNya. Maka seorang Mukmin berusaha sekuat tenaga mencari ridho Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap gerak-gerik hidupnya, dalam setiap aktivitasnya, karena tujuan hidupnya memang akan kembali kepada Allah Jalla wa Ala. Ada sebuah amal yang apabila kita amalkan dan kita jaga akan menjadi halal keridhoan Allah kepada kita. Disebutkan dalam hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda مَا مِنْ مُسْلِمٍ أَوْ إِنْسَانٍ أَوْ عَبْدٍ يَقُولُ حِينَ يُمْسِي وَحِينَ يُصْبِحُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُرْضِيَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Tidaklah seorang Muslim atau manusia atau seorang hamba berkata ketika menjelang sore dan pagi hari; “Radhiitu billahi rabba wabil islaami diina wabimuhammadi nabiyya aku ridho kepada Allah sebagai Robbku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai Nabi, kecuali Allah berhak untuk meridhoinya pada hari kiamat.” HR. Ibnu Majah Saudaraku sekalian, ucapan ini ucapan yang sangat ringan di lisan kita namun pahalanya sangat besar dan maknanya pun sangat dalam sekali. Seseorang hamba yang berkata رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا “Aku ridho Allah sebagai Rabb” Pernyataan yang membutuhkan pada konsekuensi ketika ia menyatakan “aku ridho Allah sebagai Rabbku.” berarti dia harus hidup dengan ketentuan-ketentuan yang Allah tentukan dalam hidupnya, dengan semua takdir yang Allah berikan kepadanya dan dia yakin bahwasanya semua yang Allah tentukan untuk dirinya itu yang terbaik dalam hidupnya. Karena ia yakin bahwa Allah tidak mungkin mendzalimi hamba-hambaNya. Ketika ia berkata “Aku ridho Allah sebagai Rabb”, berarti dia sudah siap untuk senantiasa Sami’na wa Atha’na kepadaNya, untuk senantiasa patuh dan tunduk kepada semua perintah-perintahNya, dan siap untuk menjauhi larangan-laranganNya. Dia yakin bahwa semua perintah Allah pasti maslahat dalam hidupnya, dia yakin pasti semua larangan-larangan Allah mengandung mudzarat yang besar dalam hidupnya. Maka ia senantiasa tunduk dan patuh karena ia ridho Allah sebagai Rabbnya yang ia senantiasa taati dalam hidupnya. Berbeda dengan orang yang ucapannya berakata “Radhiitu billahi rabba”, tapi ternyata ia lebih ridho hawa nafsu sebagai pengaturnya, ia lebih ridho untuk diatur oleh selain Allah Rabbul Izzati wal Jalah, ia lebih riha dengan syahwatnya, maka ia tidak akan tunduk kepada Allah. Maka hakikatnya orang ini berkata secara dusta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا “Aku ridho Allah sebagai Rabb” Maka kita senantiasa ridho dengan shalat-shalat kita, kita ridho ketika mendengarkan adzan untuk senantiasa mendirikan shalat dan kemudian pergi ke masjid dengan penuh keridhoan dan kegembiraan karena kita ridho Allah sebagai Rabb kita, satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Maka kita tidak ridho apabila Allah disekutukan, kita tidak ridho kepada Tuhan-Tuhan yang disembah selain Allah, karena kita hanya ridho Allah satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Karena Allah tidak melahirkan dan tidak dilahirkan dan tidak ada yang sebanding dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا “Aku ridho Islam sebagai agama” Keridhoan yang berkonsekuensi ia berusaha untuk menjalankan semua syariat Islam dalam hidupnya, dalam pakaiannya, dalam makannya, dalam aqidahnya, dalam ibadahnya, bahkan dalam seluruh sisinya ia ingin mengaplikasikan Islam. Ia merasa senang bahkan ia merasa bangga Islam sebagai agamanya. Karena itulah agama yang diridhoi oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّـهِ الْإِسْلَامُ “Sesungguhnya agama disisi Allah hanyalah Islam.” QS. Ali-Imran[3] 19 Allah berfirman وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ ﴿٨٥﴾ “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam, tidak akan diterima oleh Allah. Dan pada hari kiamat nanti ia termasuk orang-orang yang merug.” QS. Ali-Imran[3] 85 Ia merasa senang dengan Islam, karena ia tahu bahwa ia adalah agama yang Allah ridhoi untuk manusia seluruhnya. Maka ia berusaha mengkaji Islam, mempelajari Islam, menjalankan dalam kehidupan sehari-harinya, terlihat pakaiannya Islam, terlihat ia dalam tingkah lakunya tingkah laku Islam, terlihat dalam adabnya adab Islam, terlihat didalam keyakinannya keyakinan Islam, bahkan dalam seluruhnya ia betul-betul ingin menjadi Islam kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang Muslim yang menyatakan “Aku ridho Islam sebagai agama”, maka akankah ia kemudian tidak merasa ridho dengan aturan yang Allah turunkan berupa aturan Islam yang sangat indah ini? Seorang Muslim tentu ia sangat ridho dengan Islamnya. Karena kalau kita perhatikan, Islam itu agama yang sangat indah sekali, yang senantiasa memerintahkan segala macam kebaikan dan melarang dari berbagai macam keburukan. Islam mengajarkan kepada kita keadilan, Islam memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada manusia, berbakti kepada orang tua, menyambung silaturahim, berkata yang baik, dan tidak menjadikan kita sebagai orang-orang yang senantiasa mengharapkan kehidupan dunia, karena orientasi Islam adalah kehidupan akhiratnya. Ketika seseorang mengharapkan kehidupan akhirat, maka Allah pun perbaiki kehidupan dunianya. أقول قولي هذا واستغفر الله لي ولكم Khutbah kedua – Khutbah Jum’at Cara Mendapatkan Ridho Allah الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، نبينا محمد و آله وصحبه ومن والاه، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أنَّ محمّداً عبده ورسولهُ Ummatal Islam, Kemudian ia berkata وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا “Dan aku ridho Nabi Muhammad sebagai Nabiku” Maka ia jadikan Rasulullah sebagai suri tauladan dalam hidupnya. Allah berfirman لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّـهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّـهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّـهَ كَثِيرًا ﴿٢١﴾ “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagi orang yang mengharapkan Allah dan kehidupan akhirat dan senantiasa berdzikir kepada Allah.” QS. Al-Ahzab[33] 21 Ia ridho Rasulullah sebagai Nabinya, maka ia pun berusaha menghidupkan sunnah-sunnahnya. Terlihat dalam pakaiannya sunnah Rasulullah, terlihat didalam shalatnya sunnah Rasulullah, terlihat dalam makanannya sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ia berusaha untuk mempelajari hadits-haditsnya, bahkan dia merasa gembira dengan mempelajari hadits-hadits Rasul. Karena ia mencintai Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ia ridho Nabi Muhammad sebagai Nabinya. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam berada di dadanya menjadi sesuatu yang luar biasa yang sangat ia cintai dari seluruh manusia. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ia dahulukan pendapatnya dibandingkan pendapat seluruh manusia di dunia ini. Ia tidak pernah ridho untuk mendahulukan pendapat manusia diatas pendapat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Itulah orang-orang yang ridho Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam sebagai Nabinya. Yang senantiasa ia merasa bahwasannya dia adalah pengikut Rasulullah. Maka ia ikuti semua yang Rasulullah ajarkan kepadanya. Saudaraku sekalian, siapa yang mengucapkan ini رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا “aku ridho kepada Allah sebagai Robb, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi.” Maka kemudian ia baca setiap pagi dan petang, kata Rasulullah, “Ia berhak untuk mendapatkan keridhoan Allah pada hari kiamat.” اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اللهُمَّ اجْعَلنَا مِن التَّوَّابِين اللهُمَّ اجْعَلنَا مِن المتَّقِين اللهُمَّ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوابُ الرَّحِيم اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ عباد الله إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ ﴿٩٠﴾ فَاذْكُرُوا الله العَظِيْمَ يَذْكُرْكُم، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُم، ولذِكرُ الله أكبَر. Download Khutbah Jum’at Cara Mendapatkan Ridho Allah Podcast Play in new window DownloadSubscribe RSS Jangan lupa untuk ikut membagikan link download khutbah Jum’at ini, kepada saudara Muslimin kita baik itu melalui Facebook, Twitter, atau Google+ Anda. Semoga Allah membalas kebaikan Anda.
Di penghujung Ramadhan ini saya ingin membahas tentang makna “ridho” kepada ALLAH yang sebenarnya. Memahami makna kata “ridho” ini penting karena sering kali kita selalu mendengar banyak ceramah yang mengatakan “kita harus mencari ridho ALLAH”. Apa sih arti ridho itu sebenarnya? kenapa menjadi hal penting dalam hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat? Sering kali kata ridho ini dijadikan alasan penyebab sebuah kegagalan dalam mencapai impian, banyak orang lalu mengatakan bahwa ALLAH belum ridho dengan keinginannya sehingga apa yang diinginkan tidak dikabulkan alias tidak terwujud. Betulkah seperti itu cara memahami makna dari Ridho Allah yang sebenarnya? Padahal terwujud atau tidaknya keinginan seseorang adalah hasil dari pikirannya sendiri. Saya ingin memulai memahami makna kata “ridho” dari asal katanya dulu ya. Ridho berasal dari kata radhiya-yardha yang berarti menerima suatu perkara dengan lapang dada tanpa merasa kecewa ataupun tertekan. Sedangkan menurut istilah, ridho adalah menerima semua kejadian yang menimpa dirinya dengan lapang dada, menghadapinya dengan tabah, tidak merasa kesal dan tidak berputus asa. Menurut penjelasan arti ridho itu, maka sepertinya saya sering menulis di blog ini, di facebook bahkan di channel Youtube Cahaya kehidupan bahwa sesungguhnya tidak ada alasan bagi kita untuk marah atau kecewa terhadap sebuah kejadian karena semua kejadian yang kita alami adalah hasil keinginan sendiri. Bukankah itu sama artinya dengan ridho? kalau begitu ridho itu bukan dicari, bukan juga harus pergi ke tempat-tempat tertentu yang disebut suci atau disebut mustajab, melainkan adalah sikap kita dalam menyikapi sesuatu kejadian yang ada dalam diri kita. Sikap kita untuk tidak ngomel, tidak mengeluh, tidak marah atas semua kejadian yang ada, karena semua kejadian itu adalah hasil dari tarikan-tarikan kita sendiri. Itulah makna Ridho sebenarnya. Setelah bersikap ridho kepada diri kita maka baru langkah berikunya adalah mau mengubah pola pikir kita. Karena kalau pola pikir kita tetap saja maka pasti kejadian yang datang juga tetap-tetap saja. Mulai sekarang harap dipaham dan dikerjakan bahwa ridho itu adalah cara kita dalam menyikapi kejadian, dan ridho yang utama adalah menerima penciptaan diri kita sebagai manusia. Sudahkah anda ridho kepada penciptaan diri ini? Menerima dengan sepenuhnya bahwa kita adalah MANUSIA, dan MANUSIA adalah makhluk yang memiliki PIKIRAN, sehingga sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk menggunakan PIKIRAN. Kalau anda sering mengucapkan “saya ridho ya ALLAH”, maka harusnya dibarengi dengan sikap yang tidak ngomel, tidak perlu marah, tidak perlu sebel terhadap sebuah kejadian. Dan harus mau menggunakan PIKIRAN dengan benar. Karena diri kita sudah diciptakan sebagai MANUSIA, kalau anda tidak mau menggunakan PIKIRAN dengan benar maka itu artinya anda belum RIDHO kepada ALLAH. Jadi mengucapkan “saya ridho ya ALLAH” itu bukan hanya dimulut saja ya, tapi harus dibarengi dengan sikap dan perbuatan yang benar. Ketika kita ridho sepenuhnya atas diri ini maka PASTI Allah juga ridho, tentu ujung dari sikap ridho ini adalah kebahagiaan dan kenikmatan hidup. Coba deh anda buktikan apa yang saya tulis ini, karena saya sudah membuktikanya. Ketika hidup dijalani dengan ridho Tanpa komplain terhadap sebuah kejadian maka yang ada memang selimut kebahagiaan. Maka mulai sekarang Ridholah dengan dirimu, terimalah dirimu seutuhnya, terimalah bahwa dirimu adalah MANUSIA. Diterbitkan oleh firmanpratama Praktisi dalam hal pikiran bawah sadar, dan penemu metode Alpha Mind Control sekaligus Alpha Telepati. Dalam hal melakukan transformasi diri kepada klien, dilakukan dalam suasana santai dan penuh canda sehingga proses terapi tanpa disadari oleh klien. Lihat semua pos dari firmanpratama
mencari ridho allah dalam hidup